Sukabumi – Kisah inspiratif datang dari seorang bidan di Kota Sukabumi, Jawa Barat, yang berinovasi menciptakan aplikasi bernama Kalziting (kalkulator gizi dan stunting). Berawal dari keprihatinannya sebagai seorang ibu sekaligus bidan, ia mengembangkan aplikasi untuk memudahkan orang tua dan tenaga kesehatan dalam memantau status gizi anak balita.
Adalah Reni Eka Lestari (34) bidan di RSUD Syamsudin, Kota Sukabumi ini berhasil membuat inovasi berupa aplikasi kalkulator gizi dan stunting bagi anak. ia pun menceritakan awal mulanya berinisiatif membuat aplikasi tersebut.
“Saya tergerak membuat aplikasi kalkulator gizi karena keresahan pribadi. Anak saya, yang waktu itu masih berusia dua tahun, mengalami stagnasi berat badan selama dua bulan,” kata Reni, Selasa (29/10/2024).
“Sebagai seorang ibu dan bidan, saya terpikirkan untuk membuat kalkulator yang mudah dalam menginterpretasikan status gizi dan stunting pada anak balita karena saya menyadari bahwa tidak semua orang tua tahu cara memahami status gizi dan pertumbuhan anaknya dengan benar,” sambungnya.
Dia mengatakan, aplikasi tersebut awalnya berbasis web, diciptakan untuk anak usia 0-24 bulan. Dengan bantuan suaminya dan beberapa rekan, Reni mulai membuat konten-konten dalam aplikasi yang disesuaikan dengan standar Permenkes.
“Kita kan pengen bikin aplikasi yang sesuai standar, jadi mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan. Tabelnya harus benar, penghitungannya harus benar, akurat makanya pada saat pembuatan ini kita konsulkan juga ke spesialis anak di rumah sakit dan ada beberapa masukan dari spesialis anak yang kita terapkan juga,” ujarnya.
Setelah melakukan uji coba, dia pun melengkapi beberapa fitur edukasi lainnya. “Keakuratannya juga sudah bisa teruji sesuai dengan yang WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan sesuai dengan PMK no 2 tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak,” sambungnya.
Usaha kerasnya pun berbuah manis, ia berhasil meraih peringkat pertama CPNS Angkatan 1 tahun 2022 di Diklat BKPSDM Jawa Barat. Setelahnya, saat kembali berdinas di RSUD Syamsudin, ia terus mengembangkan Kalziting menjadi aplikasi berbasis Android, yang kini bisa menghitung status gizi anak usia 0-60 bulan. Pada tahun 2023, aplikasi ini juga meraih juara pertama di lomba Inovasi RSUD R. Syamsudin.
Selain fitur kalkulator gizi dan stunting, Kalziting kini dilengkapi menu edukasi, yang berisi panduan makanan untuk anak usia 0-60 bulan dengan takaran rumah tangga yang sederhana. Ada juga artikel informasi tentang gizi dan booklet mengenai stunting yang bisa diakses pengguna. Dengan cara ini, Reni berharap para orang tua dapat memperoleh edukasi yang memadai dalam memenuhi kebutuhan gizi anak.
“Pengguna cukup memasukkan berat, tinggi badan, usia anak, dan jenis kelamin, lalu tekan tombol hitung. Bahkan orang tua yang sudah berusia bisa menggunakannya dengan mudah. Respons dari para ibu sangat positif, mereka merasa sangat terbantu,” tambahnya.
Ke depan, Reni berencana meluncurkan Kalziting di Google Play untuk memperluas akses. “Selama ini, aplikasi bisa diunduh secara manual dari barcode di RSUD. Ke depannya, kita akan meningkatkan fitur edukasi dan melengkapi sesuai standar kesehatan agar makin bermanfaat,” ungkapnya.
Inovasi Kalziting mendapat sambutan antusias, tak hanya dari para ibu, tetapi juga tenaga kesehatan di berbagai daerah. Bidan yang bertugas di desa sering kali menghadapi kendala dalam menghitung status gizi anak, dan kehadiran aplikasi ini sangat membantu.
“Saya berharap Kalziting bisa menjadi solusi praktis bagi para orang tua dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan pemahaman gizi dan mencegah stunting,” kata dia.
Plt Direktur RSUD R. Syamsudin, Yanyan Rusyandi juga menyambut baik inovasi salah satu bidan di rumah sakit. Dia mengatakan, aplikasi itu juga baru saja mendapatkan penghargaan dalam Kompetisi Inovasi Kota Sukabumi (KIKS) 2024 kategori Best of The Best Inovasi.
“Inovasi Kalziting yang digagas oleh Bidan Reni Eka Lestari merupakan transformasi digital penghitungan kurva z score yang menjadi alat untuk menentukan status gizi anak disertai dengan upaya untuk mengatasi stunting,” kata Yanyan.
“Rumah Sakit telah membentuk ekosistem agar inovasi dapat dilakukan berkelanjutan, di antaranya adanya kebijakan tentang inovasi, adanya tim inkubasi inovasi dan adanya festival inovasi di internal rumah sakit yang diselenggarakan setiap tahun serta memfasilitasi pendaftaran inovasi sebagai hak kekayaan intelektual (HAKI) ke Kemenkum HAM,” tutupnya.
Dikutip dari (Detik.com