Breakingnewsjabar.com – JAKARTA | Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tengah mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Pilkada terkait sanksi bagi anggota TNI dan Polri yang terlibat dalam politik praktis. Bawaslu menyampaikan sudah mengirim surat kepada TNI dan Polri terkait hal itu. Sementara itu, cerita mantan Menkopolhukam Mahfud MD atas jasa Luhut Binsar Pandjaitan yang mengirim 2 anggota Kopassus buat mengawalnya ketika terjadi konflik KPK dan Polri juga menjadi sorotan pembaca.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Pilkada, yang mengatur sanksi bagi anggota TNI dan Polri yang terlibat dalam politik praktis. Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengungkapkan, pihaknya sedang mengkaji putusan tersebut untuk menyesuaikan tugas pengawasan Bawaslu terkait netralitas TNI-Polri. “Nanti kita lihat, nanti kita lihat putusan pilkada putusan MK-nya ya oke,” ujar Bagja kepada wartawan dalam acara Deklarasi Kampanye Pilkada Damai di Gedung Bawaslu RI, Minggu (17/11/2024). Bagja menambahkan, Bawaslu telah mengirimkan surat kepada institusi TNI dan Polri untuk mendiskusikan putusan MK tersebut.
“Lagi kirim surat sudah kirim surat ke TNI dan Polri,” jelasnya. Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan nomor 136/PUU-XXII/2024 yang meminta penambahan frasa “TNI/Polri” dan “pejabat daerah” dalam Pasal 188 UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. Dengan adanya putusan ini, anggota TNI-Polri yang terlibat dalam praktik politik yang menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah dapat dikenakan sanksi pidana. “Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo, dalam persidangan pada Kamis (14/11/2024).
Mantan Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) Mahfud MD menceritakan, dirinya pernah diberikan pengawal dua orang dari Luhut Binsar Pandjaitan. Dua orang itu berasal dari satuan Penanggulangan Teror (Gultor) Kopassus TNI Angkatan Darat (AD). Bukan tanpa sebab, ini bermula ketika Mahfud ditinggalkan oleh para pengawalnya yang berprofesi sebagai polisi. Pengawal sebanyak 12 orang itu ada yang bertugas sehari-hari menjaga kediaman Mahfud, ada pula yang mengawal Mahfud saat bepergian. Kata Mahfud, polisi pengawal itu meninggalkannya lantaran kasus Cicak Buaya di mana Mahfud menyatakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kala itu, Chandra-Bibit, tidak bersalah.
“Ketika saya jadi ketua MK, saya kan ribut dengan Polri. Ketika kasus Cicak Buaya, sampai pengawal pengawal saya ditarik. Saya sendirian, pejabat tinggi negara sendirian, ke mana mana enggak ada yang ngawal,” ucap Mahfud yang dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Minggu (17/11/2024). Mahfud mengatakan, semua pengawalnya dari Polri mengundurkan diri ketika kasus Cicak Buaya diputus olehnya. Secara aturan, menurut Mahfud, polisi yang mengundurkan diri sebagai pengawal itu disersi dan harus dipecat. “Tapi enggak dipecat. Mereka mengundurkan diri ramai-ramai, sebagai pengawal saya, sebagai penjaga rumah, 12 orang. Pengawalnya cuma 3, tapi perangkat yang jaga banyak. Semua serentak mengundurkan diri ketika saya nyatakan Bibit-Chandra tidak bersalah,” ungkap mantan Menko Polhukam ini.
Dikutip dari : https://nasional.kompas.com/read/2024/11/18/05000091/-populer-nasional-bawaslu-kirim-surat-ke-tni-polri-soal-putusan-mk-cerita