Breakingnewsjabar.com – Jakarta | Presiden RI Prabowo Subianto langsung melakukan kunjungan diplomatik ke China hingga Amerika setelah dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu. Sepak terjangnya di kancah internasional mengundang perhatian masyarakat Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto disebut kembali memakai taktik diplomasi peci hitam ala Sukarno. Istilah ini muncul karena kebiasaan Sukarno atau Bung Karno memakai peci hitam dalam berbagai kesempatan, termasuk acara penting kenegaraan dan bertemu dengan tokoh penting dunia.
Terlihat dalam rekaman di YouTube resmi Prabowo Subianto saat kunjungannya ke Peru, bukan hanya dia saja yang mengenakan peci hitam tapi juga para menterinya seperti Menko Perekonomian Airlangga Hartanto. Berbeda dengan mantan presiden Joko Widodo, sebelum menjabat sebagai presiden, Prabowo memang acap kali mengenakan peci hitam.
Lalu apa sebenarnya peci hitam dan keterkaitannya dengan diplomasi Indonesia? Mengutip dari kanal Islami Liputan6.com, 30 November 2023, peci, kopiah, atau songkok, setidaknya di Indonesia memiliki tiga nama yang digunakan untuk menyebut benda tersebut.
Peci hitam salah satunya memang seolah tak pernah lepas dari sosok Bung Karno. Disebutkan bahwa kopiah merupakan identitas nasional Indonesia. Sejarahnya membentang panjang sampai masa sebelum kemerdekaan.
Bahkan, Sukarno yang dikenal sebagai seorang nasionalis pun mengenakan peci hitam sebagai busana identitas bangsa. Ternyata saat pemilihan kepala desa sampai presiden, para kandidat hampir dipastikan memakai peci. Ketika sudah resmi jadi pejabat pun, para pria akan memakai peci dalam foto resminya.
Dari semua presiden dan wakil presiden Indonesia, cuma Megawati Soekarnoputri saja yang tidak pakai peci di foto resminya. Dalam acara formal yang tidak dihadiri orang penting sekalipun, para pria kerap memadukan jas dan peci.
Biasanya mereka memakai peci agar kelihatan necis, berwibawa, gagah, juga ganteng, meski semua ini sebenarnya juga relatif. Jadi, apapun acaranya tidak sah dan afdol apabila tidak mengenakan penutup kepala itu.
Tradisi ini menunjukkan kalau peci sudah menjadi budaya dan identitas. Mengutip pecihitam.org, di zaman penjajahan, masyarakat Jawa khususnya yang laki-laki identik memakai blangkon.
Seperti dr Wahidin Sudirohusodo dan dr Cipto Mangunkusumo yang terlihat selalu mengenakan blangkon sebagai lambang identitas ke-Jawa-annya. Di daerah lain, ciri khasnya juga akan berbeda-beda.
Seperti misalnya masyarakat Bali-Lombok dengan udeng-udengnya. Ada pula yang memakai topi seperti meniru pemerintah kolonial. Namun, ienggunaan topi semacam ini dinilai mengesankan jauh dari rakyat.
Di sekolah dokter pribumi pada masa itu, pemerintah kolonial Belanda justru dilarang menggunakan baju ala Eropa. Ciri khas tersebut dinilai adalah khazanah kearifan lokal yang sudah begitu mengakar.
Para aktivis terdahulu mengkritik hal tersebut, karena dianggap menjadi sekat-sekat yang memisahkan adanya persatuan. Lalu pada bulan Juni 1921, Bung Karno tampil berbeda dengan mengenakan peci yang menjadi tonggak sejarah munculnya peci hitam sebagai simbol negara.
Soekarno bertekad untuk mengenalkan penggunaan peci sebagai simbol pergerakan. Penjelasan ini tertulis dalam buku otobiografi Bung Karno karya Cindy Adams.
Peci hitam yang biasa dikenakan pada umumnya terbuat dari bahan beludru. Bung Karno inilah yang menjadi pelopor utama penggunaan peci hitam, baik dalam acara keagamaan maupun kenegaraan.
Salah satu peristiwa yang memiliki sejarah dimana Bung Karno mengenakan peci hitam ialah pada pertemuan Jong Java di Surabaya. Sebenarnya, pertama kali ia mengenakan peci tersebut, Bung Karno agaknya takut akan ditertawakan.
Tetapi saat itu Bung Karno bertekad pada dirinya sendiri, bahwa jika mau jadi pemimpin bukanlah pengikut, tapi harus berani memulai sesuatu yang baru.
Ketika menjelang rapat, ia sempat mengalami keraguan. Ia berkata kepada dirinya, “Ayo maju dan pakailah pecimu!” sembari menarik napas dalam-dalam. Para peserta rapat yang melihat sesuatu yang baru tersebut pun memandang keheranan tanpa sepatah kata pun.
Dalam pidatonya, ia mengatakan bahwa “Kita ini perlu suatu lambang daripada kepribadian Indonesia, yaitu Peci. Peci ini telah dipakai oleh pekerja-pekerja dari bangsa Melayu dan itu merupakan lambang asli kepunyaan rakyat kita.”
Bung Karno menjelaskan bahwa istilah peci ini berasal dari singkatan pet yang berarti topi dan je (Bahasa Belanda) yang mengesankan sifat kecil. Hal ini mencerminkan Indonesia secara umum yaitu satu bangunan interkultur.
Peci ini dapat dikenakan oleh siapapun, tak peduli dari mana pun asalnya serta apapun agamanya. Peci tak hanya semata-mata sebagai simbol agama, melainkan lebih luas lagi yaitu simbol budaya bangsa Indonesia khususnya dan Melayu pada umumnya.
Penggunaan peci bagi orang Islam saat beribadah seperti salat bertujuan untuk menutup kepalanya agar ketika sedang bersujud, rambutnya tidak menghalangi. Seperti halnya pemakaian kain sorban layaknya orang Arab, Pakistan, India, dan Bangladesh.